Kamis, 18 Desember 2008

Let’s Curse PORN BILL and Its Drafters!

http://zulfikarfahd.wordpress.com/2008/10/30/lets-curse-porn-bill-and-its-drafters/

Let’s Curse PORN BILL and Its Drafters!

October 30, 2008 · 4 Comments

Beginilah kira-kira dialog antara seorang hakim, saksi, dan penasehat hukum (PH) di dalam suatu persidangan ketika menyelesaikan sebuah perkara pidana tentang pelanggaran UU Pornografi;

Hakim: “Saudara saksi, apa anda melihat secara langsung ketika Inul menggoyang-goyangkan pantatnya?”

Saksi: “Iya, Pak Hakim. Saya melihatnya secara langsung…”

Hakim: “Apakah goyangan Inul itu membangkitkan hasrat seksual anda?”

Saksi: “Maksudnya merangsang, Pak Hakim? Oh pasti, saya sangat terangsang waktu itu!”

PH: “Apa buktinya kalau anda terangsang, saudara saksi?”

Saksi: “Yaa… ‘Itu’ saya berdiri, pak pengacara!”

PH: “Apa buktinya kalau ‘itu’ anda berdiri? Apa anda memotretnya?!”

Saksi: “???????????”

UU Pornogafi yang disahkan oleh sidang DPR Yang Mulia hari ini (30/10) langsung menarik perhatian saya. Mata saya terbelalak ketika membaca definifi ‘pornografi’ yang menurut saya terlalu lucu untuk dicantumkan di dalam suatu produk perundang-undangan;

Pornografi adalah materi seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat.Perhatikan kata-kata yang saya cetak tebal di atas!
Pertanyaan-pertanyaan inilah yang langsung muncul di benak saya:

1. Apakah parameter untuk menilai ‘bangkitnya hasrat seksual’?

2. Bagaimana apabila dalam suatu konser Inul Daratista pengunjungnya GAY semua?! Sehingga, TIDAK ADA hasrat-hasrat seksual yang terbangkitkan! Apakah Inul dapat dijerat dengan pasal ini?

3. Bagaimana seandainya saya melukis pemandangan laut yang indah, tetapi ternyata kemudian teman saya TERANGSANG ketika melihatnya?! Apakah saya dapat dijerat dengan pasal ini?!

4. Apakah tolok ukur ‘melanggar nilai-nilai kesusilaan’? Nilai-nilai kesusilaan yang seperti apa yang dimaksud di dalam pasal ini?

Somebody, please help me to answer those questions!Saya menentang UU ini bukan karena saya adalah penikmat produk-produk pornografi! Tapi saya menentangnya karena saya sadar bahwa saya bisa mendefinisikan pornografi dengan pemikiran saya sendiri. Tidak perlu ada UU yang seakan-akan ‘menganggap bodoh’ masyarakat Indonesia dengan membantu memberikan definisi seperti ini.

Saya tidak mengatakan bahwa UU ini hanya mengakomodir kepentingan satu agama saja. Tapi yang pasti, ada satu agama (bahkan mungkin lebih) yang jelas-jelas tersudutkan oleh UU ini. Di dalam ajaran Hindu, seks dan kelamin bukanlah hal yang tabu dan najis. Hindu mensakralkan simbol lingga dan yoni (simbol kelamin pria dan wanita) sebagai salah satu bentuk manifestasi ilahi dengan segala Maha Kuasa-Nya dan Maha Cara-Nya untuk mengatur kehidupan. Lingga dan yoni adalah mekanisme kehidupan. Bahwa Tuhan telah memikirkan bagaimana cara segala makhluk hidup di dunia untuk berkembang biak dengan sendirinya. Lingga dan yoni, berikut sistem reproduksi makhluk hidup termasuk manusia adalah hasil karya dan Kebijaksanaan Tuhan Yang Maha Esa. Bukan barang yang najis, melainkan suci.

Berangkat dari pemahaman bahwa tubuh dan sistem reproduksi (khususnya manusia) adalah ciptaan Tuhan dan sakral, tubuh manusia adalah sarana umat Hindu untuk menghormati ciptaan Tuhan, menghargai sesama, dan mengenal alam secara batiniah. Di dalam Hindu, untuk mencapai kesempurnaan batiniah, manusia harus melampaui nafsu batiniah itu sendiri, termasuk dalam memahami seksualitas dan menguasai dorongan nafsunya.
(Taken from http://suaranurani.wordpress.com/2008/09/18/kearifan-lokal-bali-menentang-uu-anti-pornografi/)

Saya tau bahwa memang ada pengecualian di dalam UU ini, yaitu di dalam Bab III yang salah satunya pengecualian terhadap adat istiadat dan kepercayaan agama. Tetapi, coba kembali perhatikan frase yang tercetak tebal di atas! Saya bukan seorang Hindu, tetapi saya sangat setuju dengan pernyataan tersebut, bahwa manusia harus melampaui nafsu batinnya sendiri. UU ini justru merendahkan derajat manusia dengan menganggap bahwa rakyat membutuhkan selembar peraturan untuk mengatur nafsunya sendiri! Hahaha, sungguh sangat pantas untuk ditertawakan….

Salah satu pasal di dalam UU ini melarang tarian dan goyangan erotis. Maksudnya, tarian-tarian yang tidak sesuai dengan PRINSIP-PRINSIP SENI TARI tidak boleh dipertontonkan. Pertanyaan saya, apakah prinsip-prinsip seni tari itu? Pertanyaan selanjutnya, kalau alasannya karena tarian itu merangsang nafsu pribadi, berarti yang bermasalah kahn birahi laki-laki. Tapi mengapa penarinya yang dilarang menari? Mengapa tidak sekalian membuat UU LARANGAN TERANGSANG KETIKA MENONTON TARIAN??

Hhhhh, pada dasarnya sebagian besar (bahkan hampir semua) atran di dalam UU ini sangat riskan dalam interpretasinya. Para penegak hukum yang KATANYA terhormat itu dapat memberikan interpretasi yang berbeda-beda terhadap hal ini, sehingga akan timbul kerancuan dalam prakteknya. UU ini tidak hanya merendahkan PEREMPUAN yang dianggap sebagai ‘pembangkit birahi’, tetapi juga LAKI-LAKI yang dianggap suka terangsang sembarangan, seperti hewan!

Padahal, Indonesia sudah memiliki Kitab Undang-undang Hukum Pidana. UU ini telah cukup mengakomodir pornografi, sehingga tidak perlu lagi diadakan peraturan mubadzir yang menjadi objek kepentingan politik seperti ini.

Lagipula, yang harus diingat ialah bahwa; Your porn mind is not my body’s fault!

Biarlah para wanita itu berpakaian sesukanya. Ketika mereka mempertontonkan ,b>belahan dadanya, berarti mereka telah siap dengan segala resiko yang akan timbul, bahkan resiko untuk diperkosa! Wanita Indonesia cukup dewasa untuk berpikir demikian. Dan kalaupun tidak, selembar peraturan seperti ini bukanlah cara yang tepat untuk mendewasakan mereka….

Tidak ada komentar: